Sejenak Santai

Sejenak santai setelah jalankan kewajiban,lalu di abadikan oleh Agha.

Serah Terima Jabatan

Regenerasi sangat diperlukan dalam rangka untuk memperbaharui semangat dalam bekerja dan memperbaiki keadaan.

Seorang Pendamping Hidup

Seorang pendamping hidup yang selalu setia mendampingi suaminya demi menunjang aktifitas dan kegiatan suaminya.

Bersantai Sejenak

Melepaskan kegalauan hati sejenak dari kegiatan rutin dalam rangka untuk kembali merefresh hati (jiwa) dan raga sehingga dapat melaksanakan tugas kembali dengan baik.

Kenangan-Kenangan

Berpoto sejenak sebagai bukti diri di Kantor Kementerian Agama Republik Indonesia.

Pengabdian

Sedang menjalankan pengabdian pada Masyarakat di sebuah desa Kuliah Kerja Nyata.

Kamis, 31 Mei 2012

JURUS ANTI GALAU

JURUS ANTI GALAU GALAU adalah sebuah kata yang akhir-akhir ini semakin populer terutama dikalangan anak mmuda bangsa ini. Kata ini digunakan sebagai ungkapan seseorang yang tengah dilanda rasa gelisah,cemas, suntuk, kepedihan dan kesedihan serta perasaan-perasaan tak enak lain yang ada di dalam jiwanya. Ungkapan ini sering sekali disebutkan oleh seseorang dan kadang tidak sungkan-sungkan untuk mengatakan bahwa dirinya sedang galau atau kacau. Ungkapan ini menjangkiti tidak seaja kalangan muda tapi juga sudah hampir seluruh orang, baik di kalangan pejabat, pegawai, buruh, pengangguran, kaya, miskin, tua, muda, pelajar ataupun santri ikut pula menyemarakkan dan mempopulerkan ungkapan ini sehingga menjadi sangat masyhur di negeri kita ini. Sesungguhnya rasa resah, gelisah (galau) ini akan terus dirasakan dan akan menjadi beban psikologis yang cukup berat jika tidak cepat dicari solusinya yang tepat.Semakin ia dibiarkan bersemayam dalam hati seseorang dan tidak dicarikan solusinya maka tidak menutup kemungkinan depresi dan stress akan hinggap dalam diri seseorang.Hal ini akibat persoalan hidup terutama soal/keadaan ekonomi yang semakin tak menentu, harga barang-barang semakin tak terkendali, persoalan politik yang tak menentu, persoalan sosial lainnya yang menuntut kearifan untuk menghadapinya. Persoalan-persoalan di atas menyebakan pada terjebaknya seseorang dalam kesibukkan dan rutinitas yang kadang agak susah untuk keluar dari persoalan itu. Dan ketika sampai pada puncak kejenuhan yang tinggi maka seseorang dapat saja mengambil langkah pragmatis dalam penyelesaian problema hidup. Pada dasarnya, manusia adalah sosok makhluk yang lemah dan bergelimang dosa. Wajar jika disebut sebagai makhluk yang paling sering dilanda kecemasan, apalagi ketika dihadapkan pada permasalahan hidup. Inilah fitrah bagi setiap insan yang memiliki akal pikiran dan tidak perlu dirisaukan karena Allah Subhanahu Wata’ala telah menyiapkan penawarnya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala di dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat ke 28 yang artinya : الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah hati menjadi tenteram.” Orang yang senantiasa mengingat Allah SWT dalam segala hal yang dikerjakannya, tentu akan memiliki dorongan positif pada diri dan jiwanya. Karena dengan mengingat Allah SWT dalam menghadapi segala persoalan, pikirannya akan jernih dan bijak serta jiwanya diselimuti ketenangan dan ketentraman. Dan sudah merupakan janji Allah SWT, bagi siapa saja yang mengingatnya, maka didalam hatinya pastilah terisi dengan ketentraman-ketentraman yang tidak bisa didapatkan melainkan hanya dengan mengingat-Nya. Ayat-ayat Penawar Rasa Galau Ayat pertama, berserah diri kepada Allah SWT. Kita sangat dituntut untuk memiliki semangat bekerja keras, namun apapun hasilnya harus diserahkan kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.“ (QS: al Insyirah: 7-8). Dengan berserah diri kepada Allah, sesorang akan melakukan apapun dengan ketenangan dan kenyamanan bathin karena ada jaminan Allah Subhanahu Wata’ala yang senantiasa memelihara ciptaan-Nya. Allah SWT berfirman: وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً “Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaaq : 3). Ayat kedua, bersabar karena Allah. Bersabar disini bukan berarti menunggu dan pasrah begitu saja, sabar dalam artian menerima takdir Allah sebagai yang terbaik dan senantiasa mempersiapkan diri untuk melakukan yang terbaik pula. Allah menegaskan di dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat ke 200 yang artinya: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اصْبِر واْ وَصَابِرُواْ وَرَابِطُواْ وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah Subhanahu Wata’ala, supaya kamu beruntung.” Dan sesungguhnya dengan bersabar Allah sedang menyertai kita. Bukankah suatu kemuliaan bagi manusia jika sang Maha Pencipta sudi menyertai hidupnya? Inilah janji Allah dalam firman-Nya; يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ ﴿١٥٣ “Wahai orang-orang yang beriman mintalah pertolongan dengan cara bersabar dan melakukan shalat, Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah:153). Ayat ketiga, berteguh hati dan fikiran. Flash-back terkait makna ‘galau’ jika dipahami keresahan hati, maka kita sebagai umat Islam harus memiliki keteguhan hati dan fikiran bahwa Allah Subhanahu Wata’ala telah mengatur semesta alam ini. Jadi, tidak ada lagi kebimbangan mau jadi apa dan kemana masa depan kita, yang penting lakukanlah apa yang terbaik yang dapat dilakukan. Berikut Allah Subhanahu Wata’ala berfirman: وَقُلِ اعْمَلُواْ فَسَيَرَى اللّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ “Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah Subhanahu Wata’ala) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah : 105) Ayat keempat, Jangan mudah bersedih. Sebagai umat Islam, kita harus merasa beruntung dalam berbagai hal kehidupan. Karena Islam telah merangkum aturan hidup manusia hingga akhir zaman, dan tidak sepatutnya seorang hamba Allah Subhanahu Wata’ala bersedih kecuali sedih karena dosanya. Allah Subhanahu Wata’ala memotivasi kita dalam firman-Nya; لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللّهَ مَعَنَا “Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala bersama kami.” (QS. At Taubah: 40) Ayat kelima, menghadap Allah Subhanahu Wata’ala. Adukanlah semua permasalahan kepada Allah Subhanahu Wata’ala karena pasti Allah Subhanahu Wata’ala mempunyai semua solusinya. Sangat wajar jika kita menemui masalah dalam menjalani kehidupan ini, namun jangan pernah mundur atau takluk pada permaslahan itu. Allah Subhanahu Wata’ala sudah mengingatkan hamba-Nya di dalam ayat yang dibaca setiap muslim minimal 17 kali dalam sehari: يَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ “Hanya kepada-Mulah kami menyembah, dan hanya kepada-Mulah kami meminta pertolongan.” (QS. Al Fatihah 5) Dan masih banyak lagi ayat-ayat dari Allah yang mendorong umat Islam untuk tidak menjadi bagian dari orang yang mengkampanyekan ‘galau’, karena dengan berkoar-koar dirinya dalam ke-galau-an maka dia telah menurunkan derajatnya menjadi manusia yang tidak bersyukur dan enggan berfikir. Kesimpulannya, umat Islam tidak akan mudah terjebak dalam dalam ‘galau’ jika mau mendekatkan dirinya selalu kepada Allah SWT.

Minggu, 06 Mei 2012

KEHILANGAN

KEHILANGAN
By Syaefudin Simon
Setiap manusia pasti pernah mengalami kehilangan -- tidak saja harta, tapi juga kesehatan, kehormatan, kekasih, cinta dan kasih sayang. Bahkan, keberhasilan yang dicapai seseorang pada sisi tertentu sebetulnya terdapat sesuatu yang hilang. Entah itu tenaga, uang dan sebagainya.
Ada orang yang bisa bersabar menerima musibah kehilangan. Namun, banyak pula yang bingung, stres, bahkan gila karena tidak bisa menerima kehilangan tersebut. Keterikatannya yang kuat pada sesuatu yang dimilikinya menjadikan jiwanya terputus dan hampa jika sesuatu itu hilang.
Kehilangan bisa menimpa siapa saja. Tak pandang bulu. Lelaki, perempuan, anak-anak, orang tua, orang desa, orang kota. Siapa saja. Ini karena kehilangan adalah sebuah proses yang harus dilalui dalam perguliran kehidupan.
Di dunia, kehilangan pada hakikatnya merupakan unsur esensial dalam proses penciptaan. Bunga mawar merekah, kuntum pun hilang. Tanaman mekar, biji pun hilang. Fajar menyingsing, malam pun hilang. Kematian datang, hidup pun hilang.
Dalam hal terakhir ini, banyak orang menganggap kehilangan hidup adalah tragedi terbesar dalam perjalanan sejarah manusia. Itulah sebabnya, orang berusaha mempertahankan hidup dengan sekuat tenaga dan biaya. Bahkan untuk mempertahankan hidupnya, tak sedikit orang yang rela mengorbankan apa saja -- termasuk keimanannya. Padahal, kehilangan hidup (MATI)  adalah sesuatu yang alami, yang pasti akan terjadi.
hidup memang karunia Allah terbesar pada ciptaan-Nya. Sejauh ini tidak ada orang yang mampu menciptakan hidup. Robot canggih dengan sejuta mikrochip dan sensor elektrokimiawi pun tidak mampu menjalani hidup seperti halnya makhluk hidup ciptaan Allah.
Bagaimana dengan kematian? Kematian, sesungguhnya tidak kalah menakjubkannya dengan hidup. Kematian, sebagaimana hidup, adalah karunia terbesar dari Allah kepada makhluk ciptaan-Nya. Sebab, kematian -- tidak seperti matinya robot ciptaan manusia -- merupakan gerbang dari kehidupan baru.
Alquran, misalnya, memandang kematian sebagai awal kehidupan yang sebenar-benarnya. Itulah sebabnya, sufi Yazid Bustomi, sangat heran mengapa orang takut mati. Bukan kehidupan yang takut pada kematian, kata Yazid Bustomi, tapi kematian yang seharusnya takut pada kehidupan. Kesadaran Bustomi ini muncul karena ia melihat kematian sebagai awal dari kehidupan yang hakiki.
Bila kita melihat ini, maka kematian sesungguhnya jauh lebih menakjubkan dibanding kehidupan. Ini karena kematian merupakan awal dari kehidupan manusia yang benar-benar riil, adil, peka, dan segalanya. Allah, misalnya, melukiskan kehidupan dunia ini sebagai senda gurau dan permainan. Sedangkan hidup setelah kematian adalah sebuah kehidupan yang sebenar-benarnya kehidupan. ''Dan tiadalah kehidupan dunia melainkan suatu senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya kehidupan akhirat itulah yang merupakan kehidupan sebenarnya kalau mereka mengetahui (QS. 29: 64). Untuk itulah, Allah selalu mewanti-wanti manusia untuk membekali diri dalam mengarungi kehidupan yang sebenar-benarnya. ''Bertakwalah kepada Allah, wahai manusia. Perhatikan apa yang telah kau perbuat untuk kehidupan akhiratmu.'' (QS. 59:18). 

MEMAHAMI EMPAT ISTRI  
(SEBUAH RENUNGAN)
Istri saya ada empat. Ini yang tidak banyak diketahui orang banyak. Tak apa... bukan itu intinya. Intinya adalah kejadian berikut ini, ketika saya menanyakan loyalitas mereka pada saya satu persatu. Saya tidak yakin semua istri saya adalah orang yang setia dengan saya. Atas dasar itulah kemudian saya tanya mereka satu persatu.
Saya urut dari yang paling akhir, dengan satu pertanyaan saja: "andai aku mati, sampai kemana kau akan mengantarku?"
Istri keempat saya menjawab: "saya hanya bisa mengantar kanda sampai pagar rumah saja..." menyedihkan...! Tapi tak apalah. Itu sebuah jawaban yang jujur darinya.
Lalu istri ketiga saya menjawab: "saya akan antarkan kanda sampai ke pemakaman, dan setelahnya aku pulang kembali ke rumah.." lumayan setia dibanding istri keempatku.
Kemudian istri kedua membuatku terharu, ia menjawab: "aku akan ikut abang dalam liang lahat, aku mau ikut dikubur bersama abang...." Oh, betapa trenyuhnya hatiku.
Dan yang lebih membuatku trenyuh adalah jawaban istri pertamaku: "aku akan mengantarkan abang menghadap Sang Khaliq Illahi Robbi......" cukup mebuatku tercengang atas kesetiaan istriku yang pertama ini.
Kita semua sesungguhnya mempunya istri empat. Tak hanya saya saja.
Istri keempat itu adalah harta benda, inilah sebuah gambaran dalam realitas sosial bahwa istri yang ke empat ini biasanya digambarkan dengan seorang wanita yang masih muda belia, cantik, menggiurkan, seluruh manusia mendambakan untuk mendapatkannya. Kadangkala malam jadi siang. Kaki jadi kepala dan kepala jadi kaki untuk mengusahakannya. Tentu setelah direnungkan, sewaktu jasad kita meninggalkan rumah, ternyata kesetian istri ke-empat (harta benda) ini hanya sampai di depan rumah (pagar)saja, nah inilah kesetiaan harta benda yang kita perjuangkan selama hidup kita.
Istri ketiga adalah keluarga, sanak-famili dan handai taulan serta teman-teman.Pada saat kita masih berada di sisi mereka, mereka ini adalah orang-orang yang setia sekali menemani kita. Istri/Suami yang dulul mengatakan bahwa akan sehidup semati namun pada kenyataan setelah kita wafat/meninggal, mereka akan datang dalam pemakaman kita, dan setelahnya mereka akan kembali dan tenggelam dalam rutinitas duniawi mereka. Entah mau mengingat kalian yang terbaring sendiri di gelapnya kubur atau tidak.
Dan istri kedua adalah jasad yang kalian miliki. Jasad kita yang dulu disanjung-sanjung karena kecantikan atau kegantengannya, atau kekuatannya, namun kini setelah jasad itu terbujur kaku maka kemudian jasad inipun ikut dikuburkan dengan kita. Jasad yang dahulu menjadi wadah kita untuk hidup, kini yang menemani jasad kita adalah ulat dan kemudian habis ditelan cacing.
Terakhir adalah istri pertama yakni amal ibadah dan amal kebajikan kita. Inilah istri yang akan mengantarkan kita dengan sangat setia menghadap Sang Khaliq, Allah SWT... Ringkasnya, kembalilah setia pada istri pertama pertama, karena dialah istri yang paling setia. Tentu saja, tanpa harus mengkhianati istri-istri yang lain. Merekapun perlu dijaga karena sudah menjadi tangung jawab kita.
Semoga bermanfaat dan menginspirasi kita untuk terus melakukan kebaikan dimana dan kapanpun. Wassalam.